Tampilkan postingan dengan label kampus. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kampus. Tampilkan semua postingan

Senin, 04 Maret 2013

Profil Jurusan Ilmu Pemerintahan UMY


Jurusan IlmuPemerintahan UMY adalah satu-satunya jurusan yang mendapat akreditasi A dan mendapat hibah kompetisi dari Dirjen DIKTI.  Jurusan ini adalah jurusan yang selalu mengikuti perkmebangan zaman dan globalisasi dimana untuk menyesuaikan perkmbangan tersebut, jurusan IP UMY menyediakan 2 kelas yaitu “Regular Class” dan “Inrernational Class”. Menurut saya jurusan IP UMY adalah jurusan Ilmu Pemerintahan terbaik yang pernah ada, selain kualitas dosen juga yang ada cukup baik. Mahasiswa jurusan ini pun kian bertambah dari tahun-ketahun, ini menunjukan bahwa semakin banyak mahasiswa yang mulai memandang baik jurusan IP UMY.
Semenjak saya masuk ke UMY, saya sudah merasakan kenyamanannya, baik dari lingkungan maupun dari orang-orangnya, begitupun untuk Jurusan IP UMY. Namun sedikit saran dari saya adalah agar lebih meningkatkan fasilitas yang ada untk meningkatkan pelayanan yang ada. Karena dengan semakin banyaknya mahasiswa yang ada, tentu harus ditunjang dengan fasilitas yang semakin baik juga, jadi saya harap kampus ini lebih meningkatkan fasilitas dan pelayanan yang ada.

Kamis, 03 Mei 2012

Sistem Kepartaian

A.    Definisi Sistem Kepartaian
            Sistem kepartaian adalah “pola kompetisi terus-menerus dan bersifat stabil, yang selalu tampak di setiap proses pemilu tiap negara.” Sistem kepartaian bergantung pada jenis sistem politik yang ada di dalam suatu negara. Selain itu, ia juga bergantung pada kemajemukan suku, agama, ekonomi, dan aliran politik yang ada. Semakin besar derajat perbedaan kepentingan yang ada di negara tersebut, semakin besar pula jumlah partai politik. Selain itu, sistem-sistem politik yang telah disebutkan, turut mempengaruhi sistem kepartaian yang ada.
B.     Klasifikasi Sistem Kepartaian Menurut Maurice Duverder
Maurice Duverger (1954) membagi partai berdasarkan klasifikasi jumlah yakni :
·         Sistem Multi Partai
·         Sistem Partai Tunggal
·         Sisitem 2 Partai

1.      Sistem partai tunggal.
Beberapa pengamat beranggapan bahwa istilah ini kurang relevan, sebab suatu sistem selalu mengandung lebih dari suatu bagian. Jadi, dianggap tidak relevan. Meski begitu, sistem ini telah luas dikenal dan di aplikasikan di banyak negara. Seperti di beberapa negara di afrika, di cina, kuba, dan uni soviet. Di sistem ini, suasananya non-kompetitif, sebab semua golongan harus menerima pimpinan partai tersebut dan tidak di benarkan untuk bersaing dengannya dan dianggap pengkhianatan. Ada kecenderungan sistem ini di anut oleh negara yang baru terlepas dari kolonialisme, sebab pemimpin yang baru naik ingin mengintegrasikan berbagai golongan agar dapat tercapainya pembangunan yang future-oriented.
Contoh yang dianggap paling berhasil ialah Partai Komunis Uni Soviet. Saat pemerintahannya, partai ini benar-benar dalam keadaan non-kompetitif. Sebab partai oposisi akan dianggap sebagai pengkhianatan. Partai tunggal serta organisasi yang bernaung di bawahnya berfungsi sebagai pembimbing dan penggerak masyarakat dan menekankan perpaduan antara kepentingan partai dengan kepentingan masyarakat secara menyeluruh.
2.      Sistem Dwi-Partai
Dalam kepustakaan ilmu politik, sistem ini bisa diartikan adanya dua partai yang selalu dominan dalam penggapaian hak suara. Dewasa ini hanya beberapa negara yang bersifat dwi-partai. Yakni Inggris, AS, Filipina, Kanada, dan Selandia Baru. Dalam sistem ini pihak yang kalah akan menjadi pengecam utama jika terdapat kesalahan (setidaknya menurut mereka) dalam kebijakan partai yang menduduki kepemerintahan, dengan pengertian sewaktu-waktu peran ini dapat tertukar. Ada tiga syarat agar sistem ini dapat berjalan baik. Yakni masyarakat bersifat homogen, masyarakat memiliki konsensus yang kuat mengenai asas dan tujuan sosial politik, dan adanya kontinuitas sejarah.
Inggris dapat dikatakan yang paling ideal. Partai buruh dan partai konservatif bisa dikatakan tidak memiliki perbedaan yang signifikan dalam hal asas dan tujuan politik, sehingga perubahan kepemimpinan tidak terlalu mengganggu kontinuitas kebijakan pemerintah. Hanya saja partai buruh lebih condong membuat pemerintah melakukan pengendalian dan pengawasan di bidang ekonomi. Sedang patai konservatif lebih memilih kebebasan berusaha.
Selain partai ini ada partai-partai kecil lain. Pengaruhnya memang terbatas, namun pada saat perbedaan suara antara dua partai dominan tipis. Posisi mereka menjadi krusial, hingga partai dominan biasanya akan mengadakan koalisi dengan partai-partai ini.
Sistem ini umumnya dianggap lebih kondusif, sebab terlihat jelas perbedaan partai oposisi dan pemerintah. Akan tetapi hal ini juga memungkinkan tingginya ketajaman perbedaan kedua belah pihak, karna tidak memiliki pihak ketiga sebagai penengah. Sistem ini juga biasanya memberlakukan sistem distrik, dimana setiap daerah pemilihan hanya ada satu wakil saja.
3.      Sistem multi-partai                                                                        
Umumnya sistem ini dianggap cara paling efektif dalam merepresentasikan keinginan rakyat yang beranekaragam ras, agama, atau suku. Dan lebih cocok dengan plurartas budaya dan politik di banding dwi partai. Sistem ini di gunakan di Indonesia, Malaysia, Belanda, Australia, Prancis, dan Sweadia. Sistem ini dalam kepemerintahan parlementer cenderung menitikberatkan kekuasaan pada badan legislatif, hingga badan eksekutif sering berperan lemah dan ragu-ragu. Sebab tidak ada satu partai yang cukup kuat untuk menduduki kepemerintahan sendiri hingga memakasa untuk berkoalisi. Sehingga pengambilan keputusan menjadi lebih rumit karna harus bermusyawarah dengan partai-partai koalisi. Sebab bukan tidak mungkin partai koalisi ditarik hingga berkurangnya mayoritas dalam parlemen.
Dilain pihak, peran partai oposisi menjadi kurang jelas. Karna sewaktu-waktu setiap partai dapat diajak bergabung dalam koalisi. Sehingga mengakibatkan ketidak stabilan dalam strategi yang tergantung pada kegentingan masing-masing partai. Dan seringkali partai oposisi kurang dapat menyusun program alternatif bagi pemerintah. Walaupun tidak selalu, karna di Belanda, Norwegia, dan Swedia dapat menjadi contoh yang dapat mempertahankan stabilitas dan kontinuitas dalam kebijakan publiknya.
C.    Pola Kompetisi
Dalam demokrasi, partai berada dan beroperasi dalam suatu sistem kepartaian tertentu. Setiap partai merupakan bagian dari sistem kepartaian yang diterapkan di suatu negara. dalam suatu sistem tertentu, partai berinteraksi dengan sekurang-kurangnya satu partai lain atau lebih sesuai dengan konstruksi relasi regulasi yang diberlakukan. Sistem kepartaian memberikan gambaran tentang struktur persaingan di antara sesama partai politik dalam upaya meraih kekuasaan dalam pemerintahan. Sistem kepartaian yang melembaga cenderung meningkatkan stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan.
Untuk melihat sistem kepartaian suatu negara, ada dua pendekatan yang dikenal secara umum. Pertama, melihat partai sebagai unit-unit dan sebagai satu kesatuan yang terlepas dari kesatuan-kesatuan lain. Pendekatan numerik ini pernah dikembangkan Maurice Duverger (1950-an), ilmuwan politik kebangsaan Prancis. Menurut Duverger, sistem kepartaian dapat dilihat dari pola perilaku dan interaksi antarsejumlah partai dalam suatu sistem politik, yang dapat digolongkan menjadi tiga unit, yakni sistem partai tunggal, sistem dwi partai, dan sistem multipartai.
Selain itu, cara lain dapat dijadikan pendekatan yaitu teori yang dikembangkan Giovani Sartori (1976), ilmuwan politik Italia. Menurut Sartori, sistem kepartaian tidak dapat digolongkan menurut jumlah partai atau unit-unit, melainkan jarak  ideologi antara partai-partai yang ada, yang didasarkan pada tiga hal, yaitu jumlah kutub (polar), jarak diantara kutub (bipolar), dan arah perilaku politiknya. Sartori juga mengklasifikasikan sistem kepartaian menjadi tiga, yaitu pluralisme sederhana, pluralisme moderat, dan pluralisme ekstrem. Kedua pendekatan ini bisa digunakan untuk melihat sistem kepartain Indonesia di masa lalu, kini, dan mendatang.
Dalam sejarahnya, Indonesia telah mempraktikkan sistem kepartaian berdasarkan pada sistem multipartai. Meski dalam derajat dan kualitas yang berbeda. Pada pemilu pertama tahun 1955─sebagai tonggak kehidupan politik pasca kemerdekaan hingga sekarang―menghasilkan lima partai besar: PNI, Masyumi, NU, PKI, dan PSI. Jumlah partai yang berlaga dalam pemilu itu lebih dari 29 partai, ditambah independen. Dengan sistem pemilu proporsional, menghasilkan anggota legislatif yang imbang antara Jawa dan Luar Jawa. Pemilu dekade 1950-an 1960-an adalah sistem multipartai tanpa ada pemenang mayoritas. Namun, di era demokrasi parlementer tersebut telah terjadi tingkat kompetisi yang tinggi.
Memasuki era demokrasi parlementer yang ditandai dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden yang tujuannya untuk mengakhiri konflik ideologi antarpatai. Pada masa itu, sistem kepartaian menerapkan sistem multipartai, namun tidak terjadi kompetisi.
Memasuki dekade 1970-an sampai Pemiliu 1971, Indonesia masih menganut sistem multipartai sederhana (pluralisme sederhana). Waktu itu ada sembilan partai politik yang tersisa dari Pemilu 1955. Kesembilan partai ditambah Golkar, ikut berlaga dalam Pemilu 1971. Fenomena menarik dalam Pemilu 1971 ini adalah faktor kemenangan Golkar yang sangat spektakuler di luar dugaan banyak orang. Padahal kalangan partai tidak yakin akan memenangkan pemilu. Hal itu didasari pada dua hal, yaitu ABRI tidak ikut pemilu dan Golkar belum berpengalaman dalam pemilu. Tetapi, setelah pemilu digelar, ternyata justru bertolak belakang, Golkar menang mutlak lebih dari 63%. Kemenangan itu menandakan Indonesia memasuki era baru, yaitu Orde Baru.
Pada era orde baru, sistem kepartaian masih disebut sistem multipartai sederhana, namun antarpartai tidak terjadi persaingan. Karena Golkar menjadi partai hegemoni. Sehingga ada pendapat bahwa secara riil sistem kepartaian menjurus ke sistem partai tunggal (single entry). Kenapa? Karena Golkar hanya berjuang demi status quo.
Pada masa reformasi, Indonesia kembali menerapkan sistem multipartai. Hal ini dapat dipahami karena selama puluhan tahun kebebasan berekspresi dan berserikat serta berkumpul dikekang. Sehingga ketika reformasi memberikan ruang kebebasan, hasrat para politisi untuk mendirikan partai politik tersalurkan. Sebagai sebuah proses pembelajaran, fenomena menjamurnya partai politik mestinya dilihat sebagai sesuatu yang wajar di tengah masyarakat yang sedang mengalami euforia politik.
Pada Pemilu 1999, yang menggunakan sistem proporsional dengan daftar calon tertutup (stelsel daftar) diikuti 48 partai peserta pemilu. Jumlah partai sekitar 140 buah, tetapi lolos verifikasi hanya 48 partai. Dari jumlah itu, keluar enam partai besar pemenang pemilu, yakni PDI-P, Golkar, PPP, PKB, PAN, dan PBB. Sistem kepartaiannya multipartai, dan tidak ada partai pemenang pemilu yang memperoleh suara mayoritas.
Setelah dua kali pemilihan umum paska reformasi dengan sistem multipartai, Indonesia bisa belajar banyak. Proses evaluasi diri perlu dilakukan, baik partai-partai politik, maupun sistem yang diterapkan. Apakah partai-partai paska reformasi telah berperan sebagai pilar demokrasi yang mendorong demokrasi kita lebih efektif dan pemerintahan yang stabil, atau sebaliknya. Sistem kepartaian secara ideal harus mendorong pemerintahan yang stabil dan demokrasi yang semakin efektif. Bila tidak, maka tentu ada yang salah dengan sistem yang diterapkan.
Pemilu 2004 adalah pesta rakyat yang sangat bersejarah bagi Indonesia. Pasalnya, untuk pertama kalinya Indonesia menyelenggarakan pemilu secara langsung. Keberhasilan pemilu secara langsung telah mendaulat Indonesia sebagai negara paling demokrasi ketiga di dunia setelah Amerika dan India. Setelah dua kali pemilu paska reformasi dengan sistem multipartai, Indonesia bisa belajar banyak. Proses evaluasi diri perlu dilakukan, baik partai-partai politik, maupun sistem yang diterapkan. Apakah partai-partai paska reformasi telah berperan sebagai pilar demokrasi yang mendorong demokrasi kita lebih efektif dan pemerintahan yang stabil, atau sebaliknya. Sistem kepartaian secara ideal harus mendorong pemerintahan yang stabil dan demokrasi yang semakin efektif. Bila tidak, maka tentu ada yang salah dengan sistem yang diterapkan.
Referensi

Rabu, 02 Mei 2012

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan


CONTOH KASUS :

Sebanyak 575 dari 719 perusahaan modal asing (PMA) dan perusahaan modal dalam negeri (PMDN) di Pulau Batam tak mengantungi analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal) seperti yang digariskan. Dari 274 industri penghasil limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), hanya 54 perusahaan yang melakukan pengelolaan pembu angan limbahnya secara baik. Sisanya membuang limbahnya ke laut lepas atau dialirkan ke sejumlah dam penghasil air bersih. “Tragisnya, jumlah limbah B3 yang dihasilkan oleh 274 perusahaan industri di Pulau Batam yang mencapai tiga juta ton per tahun selama ini tak terkontrol. Salah satu industry berat dan terbesar di Pulau Batam penghasil limbah B3 yang tak punya pengolahan limbah adalah McDermot,” ungkap Kepala Bagian Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kota Batam Zulfakkar di Batam, Senin (17/3). Menurut Zulfakkar, dari 24 kawasan industri, hanya empat yang memiliki Amdal dan hanya satu yang memiliki unit pengolahan limbah (UPL) secara terpadu, yaitu kawasan industri Muka Kuning, Batamindo Investment Cakrwala (BIC). Selain BIC, yang memiliki Amdal adalah Panbil Idustrial Estate, Semblong Citra Nusa, dan Kawasan Industri Kabil. “Semua terjadi karena pembangunan di Pulau Batam yang dikelola Otorita Batam (OB) selama 32 tahun, tak pernah mempertimbangkan aspek lingkungan dan social kemasyarakatan. Seolah-olah, investasi dan pertumbuhan ekonomi menjadi tujuan segalanya. Sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), maka pengelolaan sebuah kawasan industri tanpa mengindahkan aspek lingkungan, jelas melanggar hukum. “Semenjak Pemerintah Kota (Pemkot) Batam dan Bapedalda terbentuk tahun 2000, barulah diketahui bahwa Pulau Batam yang kita bangga-banggakan itu, kondisi lingkungan dan alamnya sudah rusak parah. (Kompas, 18 Maret 2003)
Dalam PP No 27/1999, Amdal merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha atau kegiatan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang. Jenis usaha at au kegitan yang wajib Amdal adalah usaha yang dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, seperti yang tersebut dalam Pasal 3 -antara lain adalah introduksi jenis tumbuhan, jenis hewan, dan jasad renik.
ANALISIS :
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia. AMDAL ini dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya. Yang dimaksud lingkungan hidup di sini adalah aspek Abiotik, Biotik, dan Kultural. Dasar hukum AMDAL adalah Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang "Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup".

Komponen yang ditelaah karena terkena dampak
Aspek lingkungan yang ditelaah meliputi :
1)         Iklim,meliputi komponen :
a)         Temperatur dan kelembaban udara
b)         Kualitas udara
c)         Kebisingan
2)         Fisiologi, meliputi komponen :
a)         Topologi bentuk lahan, struktur geologi dan jenis tanah
b)         Indikator lingkungan hidup
c)         Keunikan, keistimewaan dan kerawanan bentuk lahan
3)         Hidrologi, Meliputi komponen :
a)         Komdisi daerah resapan air permukaan dan air tanah disekitar lokasi
b)         Fluktasi, potensi dan kualitas air tanah
c)         Tingkat penyediaan dan kebutuhan air



Isu – Isu Pokok :
a.         Kesehatan lingkungan akibat limbah pembuangan
b.         Dampak kegiatan terhadap air resapan pembuangan.
c.         Terganggunya ekosistem biota akibat limbah

Terlalu banyak pabrik di pulau Batam, karena kita tahu bahwa Batam adalah salah satu kota industry, maka dari itu pabrik menjamur dimana-mana. Sebenarnya itu menjadi hal postif karena itu akan mendongkrak ekonomi kota batam. Tapi ternyata tidak sedikit pabrik-pabrik di Batam yang mengabaikan analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL). Itu mengakibatka banyak limbah dari pabrik yang tidak mengantongi analisis mengenai dampak lingkungan menghasilakan limbah pabrik yang berbahaya dan beracun, dan dalam hal ini pemerintah ahrus lebih mengontrol dan menindak tegas keberadaan pabrik-pabrik yang tidak mengantongi AMDAL, karena pabrik tersebut bukannya memberikan dampak postif malah dampak negative yang berbahaya bagi masyarakat kota Batam

KOMENTAR :
Saya cukup respect dengan hal di atas, karena terlalu banyak pabrik di kota. Harusnya pemerintah daerah setempat sudah memulai memikirkan untuk melakukan pembatasan atas izin pabrik yang akan masuk. Karena dikihat dari fakta di atas terlalu banyak pabrik yang tidak mengantongi analisis mengenai dampak lingkungan. Hali ini akan membahayakan kesehatan masyarakat batam. Karena limbah berbahaya dimana-dimana. Selain itu limbah yang menuju ke laut tersebut akan merusak ekosistem biota laut yang ada.


http://medizton.wordpress.com/2010/01/07/contoh-kasus-amdal-di-indonesia/

Rabu, 18 April 2012

Book Report Rabbit Proof Fence


RABBIT PROOF FENCE
Have you ever read or listened about Rabbit-Proof Fence. The author of this book is Doris Pilkington Garimara. He is Englsihman. Rabbit-Proof Fence is good story, and the story take places in Jigalong, Western Australia at 1931. Jigalong is a place in desert near rabbit proof fence. There are many aborigines living in this place. And The Aborigines were the first people in Australian. They were living there long before the white man came south from Europe, bringing his animals, his illnesses, his way of living, his ideas, his government and his law. And then the story also take places in “Moore River Native Settlement”, the school for half caste girl.
The main character in this book is Molly, Daisy, and Gracie. Three children aged fourteen, eight, and ten. Molly’s  mother is Maude, was a young Mardu women who used to work as a domestic servant for superintendent at the depot, and then her father name is Thomas Craig, an Englishman who worked as an inspector of the rabbit-proof fence. Molly character is confident, because she always defends herself for example when the other kids mocked them and she threw stones at them. she always funny in every time. Then Daisy character is affectionate , she love molly very much. And then Gracie character is polite and very kind with her friend , but Gracie is a little stubborn because she leaves the other girls in Wiluna and Molly and Daisy can't persuade her to stand by them. Martha character is very friendly. And then Riggs character is explicit, he is police man. When Molly, Daisy and Gracie begin went from their school to Jigalong, Riggs always looking for them.
The story started when three half caste girl from Jigalong, they are Molly, Gracie, and Daisy take from Jigalong to “Moore River Native Settlement”, the school of half caste girl. They went to that school, because it is regulation from the government in there. Molly, Daisy, and Gracie learned the white man ways in the Moor River Native Settlement. The always woken up at 6 o’clock every morning, and then they must clean everything in there when visitor came. For breakfast they got bad food, for example dry bread. The lunch was as bad as the breakfast. When it is bed time the door are locked, it’s like a prison. So finally, Molly. Gracie, and Daisy run off from this school. They looking for rabbit proof fence, and then they followed the rabbit proof fence to find their home back to Jigalong. In their way to came back to Jigalong, the rain is started, it makes the way became too hard, but they continue walking to north, then if they arrived Russel Station in Wiluna. Gracie said if her mother live in there, so she leave Molly and Daisy in Wiluna. Finally, Gracie stay in Wiluna, then Molly and Daisy back to the their home in Jigalong.
This book is not only enjoyable to read, but this book give our many knowledge about life. The story in this book is very good and we can get many moral value from this book. The value that I think is very important, that’s value is we can not impose our will to the other and then the second moral value is be yourself, you must not be another person in your life , but you must be yourself. It will be better. This story explain about three half caste girl. They are Molly, Gracie, and Daisy. They must follow  the white man ways, although their felt suppressed. From this book we also learn from the main of character , who always enjoyed their life although many person mock them. They have dark skin but they always confident in everytime. From this book we get many moral value and knowledge.
I would recommend this book to other reader. This book gives our a lot of lesson about moral value and provide lesson about life. When reading the book, we will be able to felt the struggle the main character of this book, they are Molly. Gracie, and Daisy. I hope that should launch another book like this, because story of this book is very interesting and enjoyable to read. You must directly went to the story book for buy this book.
“By: ANDARU WIDHITANDRA (20100520026) / BOOK REPORT / ILMU PEMERINTAHAN”